Jumat, 10 Mei 2013

Seri Pertanian: Cara membuat pupuk organik cair


Cara Membuat Pupuk Organik Cair
Oleh: Eko Wahyono

I.       Bahan-bahan: 
A.      Limbah
1.      Air cucian beras atau air kelapa 20-30 liter
2.      Air cucian daging 5 liter
3.      Air cucian ikan 5 liter
4.      Isi usus ternak, 500 gram
5.      Air urine ternak / manusia 5 liter
6.      Coco dust (beras sabut kelapa 1 kg)
7.      Kotoran ayam/kambing/dll 4-5 kg
8.      Tanah dari bawah pohon bambu 2 kg
9.      Bekatul halus 2 kg
10.    Isi tembolok ayam/unggas lainnya 0,5 kg

B.      Bukan limbah
1.      Alkohol 40% 500 cc
2.      Cuka 500 cc
3.      Gula merah 200 gram
4.      MOL (micro organisme lokal) 500 cc
5.      Daging buah gerenuk 2 kg
6.      Parudan rebung/bambu muda 2 kg 

C.      Rempah-rempah
1.      Jahe 100 gram
2.      Laos 100 gram
3.      Kencur 100 gram
4.      Kunir 100 gram
5.      Bengle 100 gram
6.      Merica dan ketumbar masing-masing 1 sendok makan (halus)
7.      Cengkeh/daunnya 100 gram
8.      Sereh, daun salam dan honje masing-masing 50 gram
9.      Bawang merah 100 gram
10.    Bawang putih 100 gram 
      
Keterangan: Dosis atau perbandingan bahan-bahan tersebut tidak 
kritis, artinya bisa lebih atau kurang asal tidak lebih dari 5%. Lebih 
atau kurang pada perbandingan bahan tersebut tidak menimbulkan 
efek pada tanaman.

II.     Alat-alat 
1.      Alat penghalus (Blender / lumpang)
2.      Drum plastik ukuran 50 -100 liter
3.      Alat pengaduk (kayu/bambu)
4.      Ember, dll  

III.    Cara membuat
1.      Haluskan semua bahan yang keras (rempah-rempah)
2.      Larutkan gula merah ke dalam air dan masukkan MOL
3.      Masukkan semua bahan ke dalam drum plastik
4.      Aduk sampai rata lalu tutup dengan karung, simpan di tempat 
         yang aman, tidak terkena matahari dan hujan secara langsung.
5.      Setiap 24 jam tutup drum dibuka selama 3 menit (jangan 
         diaduk) selama 15 hari
6.      Mulai hari ke 16 setiap 24 jam larutan diaduk sampai rata 
         setiap hari sampai 30 hari
7.      Setelah 30 hari PPC organik sudah bisa dipakai (harus 
         disaring dahulu) ampasnya  adalah pupuk yang sangat baik
8.      Bahan-bahan tadi merupakan bahan yang baik untuk PPC
9.      Jika digunakan sebaiknya disemprotkan ke bawah permukaan 
        daun setiap seminggu sekali dengan konsentrasi 1 gelas POC + 
        10-15 liter air (jika kelebihan pun tidak ada efek samping)

Keterangan: lebih baik lagi digunakan dengan cara di siramkan pada bagian bawah tanah sekitar perakaran setiap minggu sekali dengan konsentrasi 10-20 cc/liter air. Hitung berapa biaya yang dibutuhkan termasuk tenaga kerja Dari semua itu akan diperoleh +  40 liter PPC Berpa harga PPC sintetik di toko  kualitasnya belum tentu Mana yang lebih murah. Sebaiknya bandingkan juga hasilnya. 

Seri Pertanian: Jahe sebagai obat herbal


Manfaat Jahe sebagai Tanaman Obat Herbal
Oleh: Eko Wahyono

Rimpang jahe mengandung minyak atsiri yang di dalamnya terdapat beberapa senyawa yang sangat bermanfaat bagi tubuh.

Manfaat jahe untuk obat
Manusia sudah memanfaatkan rimpang jahe sebagai bahan ramuan obat untuk menyembuhkan beberapa jenis penyakit yang menimpa mereka. Di bawah ini beberapa penyakit yang bisa diobati dengan menggunakan jahe berikut cara penggunaannya:

Migrain (sakit kepala sebelah), rendam tangan anda kurang lebih 15 menit dalam air jahe hangat. Dipercaya cara ini bisa mengurangi rasa sakit.

Sariawan, gunakan rebusan air jahe sebagai obat kumur 2-3 x sehari. Cara membuat air rebusannya yaitu dengan merebus jahe segar kurang lebih 800 gr dalam air secukupnya.

Mencegah kerusakan pada gigi, rebusan air jahe juga bisa berguna dalam mencegah kerusakan pada gigi, caranya dengan menjadikannya sebagai obat kumur.

Periodontitis (gatal tenggorokan), rebusan air jahe yang ditambahkan sedikit garam dapat digunakan sebagai obat kumur untuk menyembuhkan sakit atau gatal pada tenggorokan.

Mabuk, minum air jahe hangat dapat diberikan kepada seseorang yang sedang mabuk yang disebabkan oleh beberapa hal salah satunya saat masa mengidam bagi ibu hamil. minuman ini dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah untuk menghilangkan etanol dalam tubuh. Untuk meningkatkan rasa, dapat ditambahkan gula atau madu pada minuman tersebut.

Mengatasi ketombe, menjadikan air jahe sebagai pencuci rambut dipercaya dapat menghilangkan ketombe pada rambut. Manfaat lainnya yaitu dapat mencegah kerontokan pada rambut.

Menghilangkan jerawat, menjadikan air jahe hangat sebagai pencuci muka diyakini dapat menghilangkan jerawat dan juga bintik-bintik pada kulit kering.

Mengatasi kaki bau, air jahe hangat yang ditambahkan sedikit garam dan cuka, dapat dijadikan sebagai obat untuk menghilangkan aroma tidak sedap pada kaki. Caranya yaitu dengan merendam kaki pada ramuan tadi selama kurang lebih 15 menit. Selelah itu keringkan kaki dan taburkan bedak talk.

Menyembuhkan pilek dan batuk, rendam kaki anda sampai pergelangan kaki dalam air jahe panas yang telah ditambahkan garam dan cuka. Rendam kaki sampai berubah menjadi merah.

Menurunkan tekanan darah tinggi, dengan merendam kaki dalam air jahe hangat selama 15 menit dipercaya dapat melancarkan sirkulasi darah anda dengan cara refleksologi.

Mengurangi Nyeri Pinggang dan Punggung, rendam handuk dalam air jahe hangat yang telah ditambahkan garam dan cuka. Gunakan handuk tersebut untuk mengompres bagian-bagian tubuh yang terasa sakit. Metode ini dipercaya dapat membantu melemaskan otot-otot tubuh yang tegang dan melancarkan sirkulasi darah sehingga dapat mengurangi rasa sakit.

Demikianlah ulasan mengenai manfaat jahe sebagai tanaman obat herbal, tentunya masih banyak lagi manfaat an khasiat jahe yang belum tercantum.

Sumber bacaan:
Tata Gunawan, Departemen Pertanian RI. 

Download lengkap artikel

Seri Pertanian: Sejarah Jahe (bagian 2)


JAHE
(Zingiber Officinale)
Oleh: Eko Wahyono 

=bagian 2=

 G.    Hama Dan Penyakit
1.     Hama
Hama yang dijumpai pada tanaman jahe adalah:
1.     Kepik, menyerang daun tanaman hingga berlubang-lubang.
2.     Ulat penggesek akar, menyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman jahe menjadi kering dan mati.
3.     Kumbang.

2.     Penyakit
a.     Penyakit layu bakteri
Gejala: Mula-mula helaian daun bagian bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman mati rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih susu sampai kecoklatan. Penyakit ini menyerang tanaman jahe pada umur 3-4 bulan dan yang paling berpengaruh adalah faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab.
Pengendalian: jaminan kesehatan bibit jahe; karantina tanaman jahe yang terkena penyakit; pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik; pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%).
b.     Penyakit busuk rimpang
Penyakit ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-25 derajat C dan terus berkembang akhirnya menyebabkan rimpang menjadi busuk.
Gejala: daun bagian bawah yang berubah menjadi kuning lalu layu dan akhirnya tanaman mati.
Pengendalian: penggunaan bibit yang sehat; penerapan pola tanam yang baik; penggunaan fungisida.
c.    Penyakit bercak daun
Penyakit ini dapat menular dengan bantuan angin, akan masuk melalui luka maupun tanpa luka.
Gejala: pada daun yang bercak-bercak berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercak-bercak itu berwarna abu-abu dan di tengahnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk basah. Tanaman yang terserang bisa mati.
Pengendalian: baik tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan cara-cara yang dijelaskan di atas.

3.     Gulma
Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.

4.     Pengendalian hama/penyakit secara organik
Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
1.     Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman
2.     Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
3.     Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
4.     Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5.     Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
6.     Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen maupun pada tanah. Di samping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1.    Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
2.     Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3.     Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
4.     Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5.     Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6.     Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

H.    Panen
1.     Ciri dan Umur Panen : Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.
2.     Cara Panen : Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.
3.     Periode Panen. : Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu di antara bulan Juni – Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
4.     Perkiraan Hasil Panen : Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara 15-25 ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara 10-15 ton/hektar.

I.     Pascapanen
1.     Penyortiran Basah dan Pencucian : Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
2.     Perajangan : Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.
3.     Pengeringan : Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan di sekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50 ° C - 60 ° C. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan
4.     Penyortiran Kering: Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
5.     Pengemasan: Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
6.     Penyimpanan : Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30 ° C dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.  Download artikel lengkap

Seri Pertanian: Sejarah Jahe (bagian 1)


JAHE
(Zingiber Officinale)
Oleh: Eko Wahyono 

=bagian 1=

A.    Sejarah Singkat
Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak, dan obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Curcuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain. Nama daerah jahe antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dan sebagainya.

B.    Uraian Tanaman
1.     Klasifikasi
Divisi              :   Spermatophyta
Sub-divisi       :   Angiospermae
Kelas              :   Monocotyledoneae
Ordo               :   Zingiberales
Famili             :   Zingiberaceae
Genus            :   Zingiber
Species           :   Zingiber officinale

2.     Deskripsi.
Tumbuhan berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga. Daun sempit, panjang 15 – 23 mm, lebar 8 – 15 mm ; tangkai daun berbulu, panjang 2 – 4 mm ; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5 – 10 mm, dan tidak berbulu; seludang agak berbulu. Perbungaan berupa malai tersembul di permukaan tanah, berbentuk tongkat atau bundar telur yang sempit, 2,75 – 3 kali lebarnya, sangat tajam; panjang malai 3,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 1,75 cm; gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm, rahis berbulu jarang; sisik pada gagang terdapat 5 – 7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, panjang sisik 3 – 5 cm; daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1 – 1,75 cm; mahkota bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm, helainya agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 – 3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12 – 15 mm; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm; tangkai putik 2.

3.     Jenis Tanaman
Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu:
1.   Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak: Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.
2.   Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit: ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.
3.   Jahe merah: Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil. sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.

C.    Manfaat Tanaman
Rimpang jahe dapat digunakan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai minuman. Jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan jahe, dibuat acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Dewasa ini para petani cabe menggunakan jahe sebagai pestisida alami. Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk segar, kering, jahe bubuk dan awetan jahe. Di samping itu terdapat hasil olahan jahe seperti: minyak astiri dan koresin yang diperoleh dengan cara penyulingan yang berguna sebagai bahan pencampur dalam minuman beralkohol, es krim, campuran sosis dan lain-lain.
Adapun manfaat secara farmakologi antara lain adalah sebagai karminatif (peluruh kentut), anti muntah, pereda kejang, anti pengerasan pembuluh darah, peluruh keringat, anti inflamasi, anti mikroba dan parasit, anti piretik, anti rematik, serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah empedu.

D.    Daerah Penanaman
Terdapat di seluruh Indonesia, ditanam di kebun dan di pekarangan. Pada saat ini jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia.

E.    Syarat Pertumbuhan
1.     Iklim
a.   Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun.
b.  Pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari.
c.  Suhu udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35°C.
2.    Media Tanam
a.   Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus.
b.     Tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik.
c.    Tanaman jahe dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk jahe gajah adalah 6,8-7,0.
3.    Ketinggian Tempat
a.     Jahe tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0-2.000 m di atas permukaan laut (dpl).
b.     Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 - 600 m dpl.

E.    Pedoman Budidaya
1.     Pembibitan
a.   Persyaratan Bibit: bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
b.     Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
c.    Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
d.   Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.
2.     Teknik Penyemaian Bibit: untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan peti kayu atau dengan bedengan.
a.   Penyemaian pada peti kayu : Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan ke dalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.
b.    Penyemaian pada bedengan: buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.
c.  Penyiapan Bibit: sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.

2.     Pengolahan Media Tanam
a.   Persiapan Lahan : Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal harus diperhatikan syarat-syarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.
b.  Pembukaan Lahan: pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500 - 2.500 kg.
c.  Pembentukan Bedengan: pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk mencegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan dengan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan anjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
d.     Pengapuran: pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara di dalamnya, Terutama fosfor (p) dan kalsium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji.
-    Derajat keasaman < 4 (paling asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha.
-      Derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha.
-   Derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.

3.     Teknik Penanaman.
a.     Penentuan Pola Tanaman: pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberikan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tanaman jahe secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian. Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
-      Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.
-   Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman.
-      Meningkatkan produktivitas lahan.
-  Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu). Praktek di lapangan, ada jahe yang ditumpangsarikan dengan sayur-sayuran, seperti ketimun, bawang merah, cabe rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang ditumpangsarikan dengan palawija, seperti jagung, kacang tanah dan beberapa kacang-kacangan lainnya.
b.     Pembuatan Lubang Tanam: untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.
c.  Cara Penanaman: cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan.
d.   Periode Tanam: penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.

4.     Pemeliharaan Tanaman
a.  Penyulaman: sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman agar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.
b.   Penyiangan : Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu kemudian dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar..
c.    Pembubunan : Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Di samping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah. Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air. Pertama kali dilakukan pembubunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
d.     Pemupukan :
-  Pemupukan Organik: pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering dibanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0,5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.
-   Pemupukan Konvensional: selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman.
-      Pengairan dan Penyiraman: tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan September;
-   Waktu Penyemprotan Pestisida: penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan jahe. 

Rabu, 08 Mei 2013

Rawa Cinde Banjarnegara

Gelora Warga Cinta Desa yang kemudian disebut sebagai Rawa Cinde, atau juga disebut Gelora Warga Cinta Damai (Rawa Cindai) adalah Kelompok Warga Desa di Kabupaten Banjarnegara. Rawa Cinde Melaksanakan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain membentuk sebuah koperasi, melakukan budidaya pertanian, peternakan, perikanan, dan kegiatan lain yang bertujuan menambah penghasilan keluarga dan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga.
Anggota Rawa Cinde terdiri dari warga yang ingin meningkatkan kesejahteraannya melaui bidang koperasi, pertanian, perikanan, perkebunan, dan juga pedagang.
Rawa Cinde menyatakan bergabung dengan Perindo (Persatuan Indonesia) - Rumah Kaum Merdeka pada saat Deklarasi Perindo Jawa Tengah pada hari Sabtu, 13 April 2013 di Perkampungan Tambakloro, Semarang.